Minggu, 23 November 2014

Program kerja kosma


PROGRAM KERJA KOSMA ( KOMESERIAT MAHASISWA ) DAN WAKIL KOSMA KELAS THB III TAHUN AJARAN 2014-2015
Kosma adalah bagian yang bertanggung jawab atas suatu kelas dan bagian-bagian yang ada di kelas tersebut
Anggota;
Ketua : FARHAM WALIDIN
Wakil : DINDIN MUHAMMAD SAEPUDDIN
Kosma dan wakil Kosma memiliki program kerja yang harus dijalani dan bertanggung jawab penuh atasnya.
A.    PROGRAM KERJA HARIAN
a.       Mengontrol kinerja setiap bagian kelas
b.      Memeriksa absensi kehadiran
c.       Menghubungi dosen yang akan mengajar
d.      Memeriksa pakaian anggota kelas
e.       Mengingatkan ada atau tidak adanya tugas akademik
B.     PROGRAM KERJA MINGGUAN
a.       Memeriksa kehadiran anggota kelas
b.      Memeriksa kehadiran dosen
c.       Rapat bersama bagian-bagian kelas
C.     PROGRAM KERJA BULANAN
a.       Mengadakan evaluasi kinerja setiap bagian
D.    PROGRAM KERJA TAHUNAN
a.       Laporan pertanggung jawaban atas kinerja setahun penuh
b.      Mengadakan rihlah/refreshing ke suatu tempat
c.       Mengadakan syukuran tahunan
d.      Memberikan cindera mata kepada dosen faforit
e.       Memberikan penghargaan bagi mahasiswa yang berprestasi dan aktif
E.     PROGRAM KERJA BERKALA
a.       Memberikan izin kepada anggota kelas apabila tidak bisa mengikuti KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar )
b.      Menjenguk anggota kelas yang sakit
c.       Memberi tugas atau informasi yang berkaitan  kepada anggota apabila dosen berhalangan hadir
Demikian program kerja Kosma dan wakil Kosma adapun dijalani dan tidaknya program kerja ini tergantung keseriusan dan rasa tanggung jawab bagian tersebut serta dukungan dari semua anggota
TERIMA KASIH

Makalah Syar'u man qoblana


Kata Pengantar
Puji beserta syukur mari kita senantiasa panjatkan kepada Allah SWT yang mana telah memberi nikmat yang sangat besar pada kita semua, Solawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda nabi kita Muhammad Saw yang mana selalu menjadi panutan kita semua selaku umatnya.
Setelahnya mengucapkan segala puji dan solawat, kami berterima kasih kepada para Orang tua, dosen,dan teman-teman kami yang telah selalu mendukung kami dalam belajar sehingga kami alhamdulillah bisa menyelesaikan makalah ini, makalah yang kami buat ini semata-mata bukan untuk simpanan, melainkan kami berharap akan memberi banyak manfaat untuk para pembaca dalam pembelajaran akademik dll.

BAB I

A.   LATAR BELAKANG
Ilmu ushul fiqh merupakan salah satu ilmu yang penting dalam dunia islam, bagaimana tidak penting dalam ilmu ini banyak sekali istimbat-istimbat hukum syara yang musti kita ketahui selaku umat yang mukallaf. Dalam menentukan suatu hukum kita musti memerlukan suatu dalil yang rajih dan sahih menurut banyak pasang mata, maksud dalil disini yaitu suatu dalil yang sangat kuat dan bisa dipakai sebagai dasar suatu hukum, dengan adanya suatu dalil yang rajih maka hukum atau aturan syara tsb akan diterima dengan sangat terbuka oleh kalangan muslim.
Ilmu ushil fiqh membahas bagaimana tata cara menetukan dan merundingkan suatu hukum syara yang pada awalnya rumit atau tidak di ketahui kebenarannya, terkecuali al-Quran dan sunnah nabi Muhammad Saw, karena kedua ini jelas sekali menjadi pondasi para umat islam yang paling benar, adapun setelanya yaitu suatu rundingan para ulama yang menurutsyara atau secara khusus tidak dibahas dan dijelaskan oleh al-Quran dan sunnah, disinilah peran ilmu ushul fiqh yang sebenarnya.
Dalam makalah ini kami akan menyajikan suatu materi ushul fiqh yaitu Syar'u Man Qoblana, materi ini membahas tentang suatu dalil hukum yang dzonni, maksud dzonni disini yaitu suatu istimbat hukum yang tidak di bahas dalam al-quran, sunnah sehingga dapat diketahui melalui hukum yang dibawa atau ditetapkan sebelum umat Nabi Muhammad Saw, akan tetapi apakah hukum yang ditetapkan sebelum nabi Muhammad akan diterima begitu saja?, selanjutnya akan kami bahas dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa itu Syar'u Man Qoblana menurut bahasa dan istilah ?
Apa saja Pembagian Syar'u Man Qoblana?
Bagaimana Kehujjahan Syar'u Man Qoblana?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Setelah membaca makalah ini mahasiswa diharapkan :
·         Mengetahui apa yang dimaksud dengan Syar'u man qoblana.
·         Apa saja pembagian Syar'u man Qoblana.
·         Bagaimana Kehujjahan Syar'u man Qoblana.

BAB II
 PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
Syar'u Man Qoblana menurut bahasa yaitu berasal dari kata "SYARUN" yang berarti sariat atau hukum dan Qoblana berasal dari kata "QOBLAna" yang berarti sebelum, dengan kata lain jika diartikan dengan seksama dan beraturan maka Syar'u Man Qoblana adalah syariat sebelum kita.
Sedangkan menurut istilah yaitu "Suatu syariat yang ada sebelum dimulainya syariat nabi Muhammad Saw" dengan kata lain ini merupakan suatu hukum yang ditetapkan sebelum umat nabi Muhammad seperti nabi Mua as, Daud as, dll.
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa syariat sebelum nabi Muhammad adalah suatu yang ada pada zaman jauh sebelum syariat kita ada. Jika al-Quran dan Sunnah yang sahih mengisahkan suatu hukum yang telah di syariatkan pada umat yang dahulu melalui para Rasul, kemudian nash tersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut ditujukan juga kepada kita. Dengan kata lain wajib kita ikuti, seperti Firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah : 183
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"
Sebaliknya, bila dikisahkan suatu syariat yang telah ditetapkan kepada orang-orang terdahulu, namun hukum tersebut telah dihapus untuk kita, seperti syariat Nabi Musa bahwa seseorang yang telah berbuat dosa tidak akan diampuni dosanya, kecuali dengan membunuh dirinya sendiri. Dan jika ada najis yang menempel pada tubuh, tidak akan suci kecuali dengan memotong anggota badan tersebut, dan lain sebagainya.
1.      Pendapat para ulama tentang syariat sebelum kita
Telah diterangkan diatas bahwa syariat sebelum kita jelas merupakan suatu hukum yang harus dirundingkan dan dipelajari adanya juga dalilnya pun harus jelas, baik berupa penetapan atau penghapusan telah disepakati para ulama. Namun yang diperselisihkan adalah apabila pada syariat terdahulu tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa hal itu diwajibkan pada kita sebagaimana diwajibkan pada mereka. Dengan kata lain, apakah dalil tersebut sudah dihapus atau dihilangkan untuk kita? Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat : 32
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِى ٱلْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinya :" Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi."
Jumhur ulama Hanafiyah, sebagian ulama Malikiyah, dan Syafi'i berpendapat bahwa hukum tersebut disyariatkan juga pada kita dan berkewajiban mengikuti dan menerapkannya selama hukum tersebut telah diceritakan kepada kita serta tidak terdapat hukum yang tidak menasakh-nya. Alasannya, mereka menganggap hal itu termasuk diantara hukum-hukum tuhan yang telah disyariatkan melauli para Rasulnya dan diceritakan kepada kita. Maka orang-orang mukallaf wajib kengikutinya, ulama Hanafiyah mengambil dalil bahwa yang dinamakan pembunuhan itu adalah umum dan tidak memandang apakah yang dibunuh muslim atau kafir dzimmi, laki-laki atau perempuan, berdasarkan kemutlakan firman Allah SWT.
Sebagian ulama berpendapat bahwa syariat terdahulu telah di nasakh oleh syariat kita, kecuali apabila dalam syariat terdapat sesuatu yang menetapkannya. Namun pendapat yang benar adalah pendapat pertama karena syariat kita hanya menasakh syariat terdahulu yang bertentangan dengan syariat kita.
B.               PEMBAGIAN
Para ulama berselisih tentang syariat pada zaman sekarang, oleh karena itu ulama membagi beberapa bagian yaitu :
1.      Pertama yaitu hukum-hukum yang telah disyariatkan kepada umat terdahulu, akan tetapi tidak disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah, dalam hal ini semua ulama berpendapat bahwa syariatnya tidak diikuti pada masa nabi Muhammad walaupun disyariatkan pada umat terdahulu (Wabbah Zuhali)
2.      Dalam bagian ini adalah hukum-hukum yang disebut dalam al-Quran ataupun Sunnah dan ia sangat jelas menunjukkan suatu kewajiban pada umat sekarang sebagaimana yang telah di wajibkan terhadap umat terdahulu. Dalam hal ini para ulama bersepakat untuk menerima syariat tersebut. Sebagaimana contoh pada surat al-Baqorah ayat 183
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"

Sebagaimana ayat diatas sudah jelas bahwa syariat terdahulu masih diamalkan hingga sekarang karena ada dalil yang menguatkannya (Abdul Karim Zaidan).
3.      Bagian ketiga ini suatu syariat yang ada pada al-Quran juga ada dalam sunnah akan tetapi disana terdapat ayat yang menasakh hukum tersebut untuk umat masa kini, hal ini menunjukkan bahwa hukum itu hanya dikhususkan untuk umat terdahulu.                     
Contoh surat al-Anam ayat 146 :
وَعَلَى ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِى ظُفُرٍ وَمِنَ ٱلْبَقَرِ وَٱلْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَآ إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَآ أَوِ ٱلْحَوَايَآ أَوْ مَا ٱخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَٰلِكَ جَزَيْنَٰهُم بِبَغْيِهِمْ وَإِنَّا لَصَٰدِقُونَ 

Artinya : " Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar."
            Hukum ayat diatas telah dinasakh oleh surat al-Anam ayat 145:
قُل لَّآ أَجِدُ فِى مَآ أُوحِىَ إِلَىَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُۥ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِي
Artinya: "Katakanlah," Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi - karena semua itu kotor - atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang."                                                          (Abdul Karim Zaidan).

C.   KEHUJJAHAN
Adapun kehujjahan pada hukum ini para ulama memberi kebebasan pada umat muslim untuk memilih apa yang baik bagi dirinya, jika memang hukum itu jelas adanya juga ada dalil yang memperkuatnya maka terimalah hukum tersebut, akan tetapi para ulama lebih menekankan pada pendapat syariat yang ada dalil didalam al-Quran dan Sunnah, karena hukum yang dikuatkan oleh al-Quran dan Sunnah adalah hukum yang paling kuat dalam ajaran islam.



BAB III
PENUTUPAN
A.    KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu suatu hukum yang disyariatkan sebelum umat Nabi Muhammad Saw yang ada jauh sebelumnya bisa dibilang itu adalah syariat nabi Ibrahim, Musa, Daud dll, jika memang itu ditetapkan untuk umat Nabi Muhammad,  maka haruslah diperkuat oleh nash al-Quran dan hadis serta tidak ada dalil yang menasakh hukum tersebut, dengan demikian kita bisa tenang dalam menjalankan ibadah serta bersikap wara' dalam segala situasi dan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Rachmat Syfe'i, MA. 1999, Ilmu Ushul Fikih, Bandung, Pustaka Setia.
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin. 2008, Ushul Fiqh, Jakarta, Kencana